PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA
Pemberantasan korupsi di Indonesia dapat di bagi menjadi 3 periode, yaitu
Orde Lama, Orde Baru, dan Era Reformasi
A.
Orde Lama
Dasar
hukum: KUHP (awal) UU 24 tahun 1960
Antara 1951-1956 isu korupsi mulai diangkat oleh Koran local seperti
Indonesi Raya yang dipandu Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar. Pemberitaan dugaan korupsi
Ruslan Abdulgani menyebabkan Koran tersebut dibredel. Kasus 14 Agustus 1956 ini
adalah peristiwa kegagalan pemberantasan korupsi pertama di Indonesia, dimana
atas intervensi PM Ali Sostroamidjodjo, Ruslan Abdulgani, sang menteri luar
negeri, gagal ditangkap oleh polisi militer. Sebelumnya, Lie Hok Thay mengaku
memberikan satu setengah juta rupiah kepada Ruslan Abdulgani, yang diperoleh
dari ongkos cetak kartu suara pemilu. Dalam kasus tersebut mantan menteri
penerangan cabinet Burhanuddin Harahap (cabinet sebelumnya), Syamsudin Sutan
Makmur, dan direktur percetakan Negara, Pieter de Queljoe berhasil ditangkap.
Mochtar Lubis dan Rosihan Anwar justru kemudian dipenjara tahun 1961 karena
dianggap sebagai musuh Soekarno.
Nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda dan asing di Indonesia tahun
1958 dipandang sebagai titk awal berkembangnya korupsi di Indonesia. Upaya
Jenderal A.H. Nasution mencegah kekacauan dengan menempatkan
perusahaan-perusahaan hasil nasionalisasi di bawah penguasa darurat militer
justru melahirkan korupsi ditubuh TNI.
Jenderal nasution sempat memimpin tim pemberantasan korupsi pada masa ini,
namun kurang berhasil.
Kolonel Soeharto, panglima Diponegoro saat itu, yang diduga terlibat dalam
kasus korupsi gula, diperiksa oleh Mayjen Suprapto, S. parman, M.T. Haryono,
dan Sutoyo dari Markas Besar Angkatan Darat. Sebagai hasilnya, jabatan panglima
Diponegoro diganti oleh Letkol Pranoto, kepala Staffnya. Proses hukum Soeharto
saat itu dihentikan oleh Mayjen Gatot Subroto, yang kemudian mengirim Soeharto
ke Seskoad di bandung. Kasus ini membuat D.I. Panjaitan
menolak pencalonan Soeharto menjadi ketua senat Seskoad.
B.
Orde Baru
Korupsi
orde baru dari penguasaan tentara atas bisnis-bisnis strategis.
C.
Era Reformasi
Dasar
hukum: UU 31 tahun 1991, UU 20 tahun 2001
Pemberantasan
korupsi di Indonesia saat ini dilakukan oleh beberapa institusi:
1. Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi
2. Komisi Pemberantasan Korupsi
3. Kepolisian
4. Kejaksaan
5. BPKP
6. Lembaga non-pemerintah: media massa, organisasi massa
(mis: ICW)
Model Upaya Pemberantasan Korupsi
Dengan
adanya pemerintahan yang terdiri dari eksekutif dan legislative yang akan
terbentuk sebagai hasil dari pemulihan umum 200, maka yang diharapkan adalah
terbentuknya pemerintahan yang kuat, artinya mempunyai bargaining point
terhadap pengambilan berbagai macam kebijakan pemberantasan tindak KKN sebagai
Common Enemy, sama dengan apa yang diharapkan oleh rakyat Indonesia selama ini
dengan selalu melakukan pengawasan-pengawasan social terhadap pemerintahan.
Dalam menentukan langkah kebijakan yang akan dilakukan adalah:
a. Mengerahkan
seluruh stakeholder dalama merumuskan visi, misi, tujuan, dan indicator
terhadap makna KKN
b. Mengerahkan
dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN
sebagai paying hukum menyangkut Stick, Carrot, perbaikan gaji pegawai, sanksi
efek jera, pemberhentian jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak
korupsi, dsb.
c. Melaksanakan
dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksnakan
penegakkan hukum tanpa pandang bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan
aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.
d. Melaksanakan
evaluasi, pengendalian, dan pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme
yang dapat memberikan kesempatan kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional
lebih independent.
Sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai yaitu
pemerintahan yang bersih dan penyelenggaraan pemerintahan yang baik dengan
melaksanakan seluruh langkah dengan komitmen dan integritas terutama dimulai
dari kepemimpinan dalam pemerintahan sehingga apabila belum tercapai harus
selalu melakukan evaluasi dan melihat kembali proses langkah yang telah
ditentukan dimana kkelemahan dan kekurangan yang perlu diperbaiki.
Strategi Pemberantasan Korupsi
melalui Pendekatan Pendidikan
Proses pendidikan merupakan suatu
proses pembudayaan dan membudaya. Jika korupsi merupakan suatu gejala
kebudayaan dalam masyarakat Indonesia maka dalah tanggung jawab moral pendidkan
nasional untuk membenahi sebagai upaya pemberantasan korupsi. Korupsi adalah
pelanggaran moral, oleh sebab itu merupakan bagian dari tanggung jawab moral
dan akademis dari pendidikan nasional untuk memberantasnya.
Selain
UU No. 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak criminal korupsi, diperlukan
juga aturan pendukung sebagai bagian dari system di Indonesia yang diarahkan
sebagai usaha preventif dan partisipatif dalam pelaksanaannya yaitu SISDIKNAS.
Hal ini berarti SISDIKNAS selain bertujuan seperti yang telah dirinci dalam UU
NO. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, perlu secra eksplisit
ditujukan kepada pencapaian tujuan-tujuan untuk menghilangkan
ketimpangan-ketimpangan yang ada dalam masyarakat. SISDIKNAS haruslah secara
proactive menciptakan suatu masyarakat yang demokratis, dan lembaga pendidikan
haruslah menegakkan discipline, yaitu discipline dalam kehidupan bernegara dan
masyarakat yang prularis dan multicultural.
Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia KPK
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan komisi di Indonesia yang dibentuk pada
tahun 2003 untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberantas korupsi di
Indonesia. Komisi ini didirikan berdasarkan kepada undang-undang nomor 30 tahun
2002 mengenai komisi pemberantasan korupsi. Saat ini KPK dipimpin ole 4 orang
wakil ketuanya, yakni Chandra M. Hamzah, Bibit Samad Rianto, Mohammad Jasin,
Hayono Umar, setelah perpu Plt. KPK ditolak DPR.
a. Penanganan Kasus Korupsi oleh KPK
-
16 Januari mantan kapolri Rusdiharjo ditahan di Rutan
Brimob Kelapa Dua karena terlibat kasus dugaan korupsi pungli pada pengurusan
dokumen keimigrasian saat menjabat sebagai dubes RI di Malaysia. Dugaan
kerugian Negara sekitar 15 M. Rusdihardjo divonis 2 tahun penjara.
-
14 februari direktur hukum BI Oey Hoey Tiong dan Rusli
Simanjuntak ditahan karena mereka menjadi tersangka dalam penggunaan dana YPPI
sebesar 100 M. mereka masing-masing dihukum 4 tahun penjara
-
10 april gubernur BI BUrhanuddin Abdullah ditahan
karena diduga telah menggunakan dana YPPI sebesar 100 M. dia divonis 5 tahun
penjara
-
27 november Aulia Pohan, Maman Sumantri, Bun Bunan
Hutapea, dan Aslim Tadjuddin ditahan akibat diduga terlibat dalam pengucuran
daana YPPI sebesar 100 M.
-
dll.
b. Peraturan Perundang-undangan yang Terkait dengan KPK
-
UU No. 3 tahun 1971 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsiUU No. 28 thun 1999 tentang penyelenggaraan Negara
yang bersih dan bebas dari KKN
-
UU No. 31 tahun 1999 tentang
pemberantasan tindak pidaan korupsi
-
Peraturan Pemerintah tentang tata
cara pelaksanaa peran serta masyarakat dan pemberian penghargaan dalam
pencegahaan dan pemberantasan tindak pidana korupsi
-
UU No. 20 tahun 2001 tentang
pemberantasan tindak pidana korupsi
-
UU No. 30 tahun 2002 tentang
komisi pemberantasan tindak pidana korupsi
-
UU No. 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian
uang
-
Peraturan pemerintah nomor 63 tahun 2005 tentang
system manajemen sumber daya manusia KPK
c. Bentuk-bentuk
Penyalahgunaan Korupsi
Korupsi
mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan
nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sector swasta dan
pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campur tangan, dan penipuan
a. Penyogokan:
pesogok dan penerima sogok
Korupsi
memerlukan dua pihak yang korup, yaitu penyogok dan penerima sogok. Pada
beberapa Negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek kehidupan sehari-hari,
meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
b. Sumbangan kampanye dan “uang lembek”
Pada arena politik sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi. Namun, lebih
sulit lagi jika diharuskan membuktikan ketiadaannya. Oleh karena itu, banyak gossip
yang mengaitkan korupsi dengan seorang polisi.
c. Tindakan korupsi sebagai alat politik
Peristiwa ini sering terjadi pada kondisi para politisi mencari cara untuk
mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi.
d. Mengukur korupsi
Mengukur korupsi dalam arti atau makna statistic. Untuk membandingkan
beberapa Negara secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelaku pada
umumnya ingin bersembunyi. Lembaga Transparasi Internasional dan beberapa LSM
terkemuka di bidang anti korupsi menyediakan tiga tolak ukr korupsi yang
ditertibkan setiap tahun. Ketiga tolak ukur tersebut adalah:
-
Indeks presepsi Korupsi
(berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup Negara-negara ini)
-
Barometer korupsi global
(berdasar survey pandangan rakyat terhadap pengalaman mereka tentang korupsi)
-
Survei pemberi sogok yang melihat
seberapa rela perusahaan-perusahaan asing member sogokan. Bank dunia juga
mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah indicator
pemerintahan.
Penyebab Korupsi Merajalela di
Indonesia
Di Indonesia, tindakan korupsi dapat disebabkan
atau didukung oleh hal-hal berikut:
1.
Konsentrasi kekuasaan pada si
pegambil keputusan yang tidak bertanggungjawab langsung kepada rakyat, seperti
yang terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratis.
2.
Kurangnya transparasi pada pengambilan keputusan
pemerintah
3.
Kampanye politik mahal, dengan
pengeluaran lebih besar dari pendanaan normal
4.
Proyek yang melibatkan uang
rakyat dalam jumlah besar
5.
Lemahnya ketertiban hukum
6.
Kurangnya kebebasan berpendapat
atau kebebasan media massa
7.
Gaji pegawai pemerintah sangat kecil
8.
Rakyat yang cuek, tidak tertarik atau mudah dibohongi,
yang gagal member perhatian cukup ke pemilu
9.
Tidak ada control yang cukup untuk mencegah penyuapan
10. Mental
aparatut
11. dll.
Dampak Korupsi di Berbagai Bidang
a. Bidang
Ekonomi
-
Menghambat investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi
akan menghambat pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun
asing.
-
Korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah
dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah
terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang
'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang
terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
-
Sebagai akibat dampak pertama dan
kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan
kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan
meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
b. Bidang Kesejahteraan Rakyat
-
Korupsi menyebabkan Anggaran
Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya. Akibatnya, Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan
pendapatan negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Hal ini
tentu saja akan menimbulkan keresahan masyarakat.
-
Korupsi juga berdampak pada
penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan.
Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan
kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian
terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu modal sosial
yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu
masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu, maupun
terhadap institusi negara. Perasaan aman akan berganti
dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam bahasa
Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan). Terkait dengan
hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa
negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan
kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak Korupsi Bagi Rakyat Miskin
Korupsi, tentu saja berdampak
sangat luas, terutama bagi kehidupan masyarakat miskin di desa dan kota. Awal
mulanya, korupsi menyebabkan Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional kurang jumlahnya.
Untuk mencukupkan anggaran pembangunan, pemerintah pusat menaikkan pendapatan
negara, salah satunya contoh dengan menaikkan harga BBM. Pemerintah sama sekali
tidak mempertimbangkan akibat dari adanya kenaikan BBM tersebut ; harga-harga
kebutuhan pokok seperti beras semakin tinggi ; biaya pendidikan semakin mahal,
dan pengangguran bertambah.
Sesungguhnya korupsi memiliki
beberapa dampak yang sangat membahayakan kondisi perekonomian sebuah bangsa.
Dampak-dampak tersebut antara lain:
Pertama, menghambat investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Menurut Chetwynd et al (2003), korupsi akan menghambat
pertumbuhan investasi. Baik investasi domestik maupun asing. Mereka
mencontohkan fakta business failure di Bulgaria yang mencapai angka 25 persen.
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002).
Maksudnya, 1 dari 4 perusahaan di negara tersebut mengalami kegagalan dalam melakukan ekspansi bisnis dan investasi setiap tahunnya akibat korupsi penguasa. Selanjutnya, terungkap pula dalam catatan Bank Dunia bahwa tidak kurang dari 5 persen GDP dunia setiap tahunnya hilang akibat korupsi. Sedangkan Uni Afrika menyatakan bahwa benua tersebut kehilangan 25 persen GDP-nya setiap tahun juga akibat korupsi.Yang juga tidak kalah menarik adalah riset yang dilakukan oleh Mauro (2002).
Setelah melakukan studi terhadap
106 negara, ia menyimpulkan bahwa kenaikan 2 poin pada Indeks Persepsi Korupsi
(IPK, skala 0-10) akan mendorong peningkatan investasi lebih dari 4 persen.
Sedangkan Podobnik et al (2008) menyimpulkan bahwa pada setiap kenaikan 1 poin
IPK, GDP per kapita akan mengalami pertumbuhan sebesar 1,7 persen setelah
melakukan kajian empirik terhadap perekonomian dunia tahun 1999-2004. Tidak
hanya itu. Gupta et al (1998) pun menemukan fakta bahwa penurunan skor IPK
sebesar 0,78 akan mengurangi pertumbuhan ekonomi yang dinikmati kelompok miskin
sebesar 7,8 persen. Ini menunjukkan bahwa korupsi
memiliki dampak yang sangat signifikan dalam menghambat investasi dan
pertumbuhan ekonomi.
Kedua, korupsi melemahkan kapasitas dan kemampuan pemerintah dalam menjalankan program pembangunan. Sehingga, kualitas pelayanan pemerintah terhadap masyarakat mengalami penurunan. Layanan publik cenderung menjadi ajang 'pungli' terhadap rakyat. Akibatnya, rakyat merasakan bahwa segala urusan yang terkait dengan pemerintahan pasti berbiaya mahal.
Sebaliknya, pada institusi pemerintahan yang memiliki angka korupsi rendah, maka layanan publik cenderung lebih baik dan lebih murah. Terkait dengan hal tersebut, Gupta, Davoodi, dan Tiongson (2000) menyimpulkan bahwa tingginya angka korupsi ternyata akan memperburuk layanan kesehatan dan pendidikan. Konsekuensinya, angka putus sekolah dan kematian bayi mengalami peningkatan.
Ketiga, sebagai akibat dampak pertama dan kedua, maka korupsi akan menghambat upaya pengentasan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Yang terjadi justru sebaliknya, korupsi akan meningkatkan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.
Terkait
dengan hal ini, riset Gupta et al (1998) menunjukkan bahwa peningkatan IPK
sebesar 2,52 poin akan meningkatkan koefisien Gini sebesar 5,4 poin. Artinya,
kesenjangan antara kelompok kaya dan kelompok miskin akan semakin melebar. Hal
ini disebabkan oleh semakin bertambahnya aliran dana dari masyarakat umum
kepada para elit, atau dari kelompok miskin kepada kelompok kaya akibat
korupsi.
Keempat, korupsi juga berdampak pada penurunan kualitas moral dan akhlak. Baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama.
Rasa saling percaya yang
merupakan salah satu modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul
fenomena distrust society, yaitu masyarakat yang kehilangan rasa percaya, baik
antar sesama individu, maupun terhadap institusi negara. Perasaan aman akan
berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Inilah yang dalam
bahasa Al-Quran dikatakan sebagai libaasul khauf (pakaian ketakutan).
Terkait dengan hal tersebut, Uslaner (2002) menemukan fakta bahwa negara dengan tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
Dampak negative korupsi:
1. Korupsi mempersulit demokrasi
dan tata pemerintahan yang baik dengan cara menghancurkan proses formal
2. Korupsi dpat memprsulit
pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan
3. Korupsi merugikan rakyat luas
dan menguntungkan salah satu pihak yaitu pemberi sogok
1. Kesimpulan
Bahwa sampai saat ini pemerintah
Indonesia masih belum tegas dalam menangani korupsi. Itu dapat dilihat dari hukuman
yang dijatuhkan pada terpidana korupsi dengan uang yang telah mereka
korupsi. Hukuman yang dijatuhkan pemerintah masih belum sebanding dengan perbuatan
mereka.
Dan dengan adanya bisnis
strategis dapat membuka peluang besar untuk korupsi.
2. Saran
Dari kelompok kami dapat
menyarankan bahwa seharusnya pemerintah lebih tegas terhadap terpidana korupsi.
Undang-undang yang adapun dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Agar
korupsi tidak lagi menjadi budaya di negara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar