Total Tayangan Halaman

Minggu, 01 November 2015

Hubungan Gereja Dengan Negara

HUBUNGAN GEREJA DENGAN NEGARA
1.      Pendahuluan
Gereja dan Negara adalah dua lembaga pemerintahan yang ada di tengah-tengah kehidupan umat manusia di bumi ini. Dan juga sama-sama memiliki peranan di dalam kehidupan umat manusia. Namun meskipun demikian, kedua lembaga ini memiliki fungsi dan tanggung jawab yang berbeda.
Gereja lahir di tengah-tengah percaturan dunia. Keberadaan gereja tidak dapat dilepaskan dari tatanan-tatanan yang berlaku dalam dunia sekitarnya. Apa yang terjadi dalam masyarakat dapat mempengaruhi kehidupan gereja, demikian pula sebaliknya. Gereja juga punya andil besar untuk mempengaruhi masyarakat.
Sejarah hubungan Gereja dan Negara telah terjalin seiring dengan perkembangan Gereja dari abad-ke abad. Sejak abad pertama hingga abad pertengahan kualitas hubungan Gereja dan Negara sangat dipengaruhi oleh situasi politk.
Dan untuk mengetahui lebih dalam lagi tentang hubungan Gereja dan Negara berdasarkan pandangan Johannes Calvin, maka melalui makalah ini penulis akan menguraikan bagaimana menurut Calvin hubungan antara Gereja dan Negara.

2.      Latar  Belakang
Johanes Calvin adalah seorang pemimpin gerakan reformasi Gereja di Swiss. Ia merupakan generasi yang kedua dalam jajaran pelopor dan pemimpin gerakan reformasi gereja pada abad ke-16, namun peranannya sangat besar dalam gereja-gereja reformatoris.
Johanes Calvin dilahirkan pada tanggal 10 Juli 1509 dengan nama Jean Cauvin di Noyon, sebuah desa di sebelah Utara kota Paris, Perancis. Kemudian hari nama Cauvin, sesuai dengan kebiasaan di kalangan kaum berpendidikan waktu itu, dilatinisasikan menjadi Calvinus.  Ayahnya bernama Gerard Cauvin yang berasal dari keluarga yang biasa saja: dari keluarga penambang perahu. Tetapi oleh karena kegigihannya Gerard Cauvin mampu membangkitkan dirinya sehingga ia tergolong seorang di antara beberapa tokoh yang paling berpengaruh di Noyon. Ia berhasil menduduki beberapa jabatan penting dalam gereja dan masyarakat: ia pegawai keuangan kota dan sekretaris dari uskup Charles de hangest. Ibunya bernama Jeanne Lefranc. Ibunya adalah seorang wanita yang cantik dan saleh. Ia meninggal dunia tatkala Johanes Calvin masih muda. Gerard Cauvin bekerja sebagai pegawai uskup Noyon. Calvin memiliki empat saudara lelaki dan dua orang saudara perempuan. Keluarga Calvin mempunyai hubungan yang erat dengan keluarga bangsawan Noyon. Oleh karena itu, pendidikan elementernya ditempuh dalam istana bangsawan Noyon, Mommor, bersama-sama dengan anak-anak bangsawan itu. Itulah sebabnya maka Calvin memperlihatkan sifat-sifat kebangsawanan.
Pada mulanya ayah Calvin menginginkan anaknya untuk menjadi imam. Pada umur 12 tahun Calvin sudah menerima "tonsur" (pencukuran rambut dalam upacara inisiasi biarawan) dan ia sudah menerima upah dari paroki St. Martin de Marteville. Dengan penghasilan tersebut Calvin dapat meneruskan pendidikannya pada jenjang yang tinggi. Pada tahun 1523 Calvin memasuki College de la Marche di Park. Di sini ia belajar retorika dan Bahasa Latin. Bahasa Latin dipelajarinya pada seorang ahli bahasa Latin yang terkenal, yaitu Marthurin Cordier. Kemudian ia pindah ke College de Montague. Di sini Calvin belajar filsafat dan teologia. Di sekolah inilah Calvin belajar bersama dengan Ignatius dari Loyola, yang dikemudian hari menjadi musuh besar gerakan reformasi.

3.      Hubungan Gereja dengan Negara
Pemerintahan Gereja merupakan pemerintahan yang letaknya di dalam jiwa atau batin manusia yang menyangkut kehidupan kekal. Ia bersifat Rohani, dan mengajar hati nurani supaya saleh dan mengabdi kepada Allah. Sehingga Calvin mengidentifikasikan gereja sebagai suatu lembaga atau badan yang dibangun secara ilahi yang di dalamnya Allah melakukan penyucian umatnya. Namun, perlu juga diketahui bahwa bagi Calvin Gereja yang benar dapat ditemukan ketika Injil secara benar diberitakan dan sakramen-sakramen secara benar dilayankan.
Pemerintahan Negara ialah pemerintahan yang hanya bermaksud untuk mentapkan tata kehidupan yang benar dari segi sipil serta lahiriah. Menurut  Calvin, tugas pemerintah sipil itu ialah mendukung dan melindungi penyembahan kepada Allah dari sudut lahiriah, mempertahankan ajaran yang sehat tentang agama dan membela kedudukan gereja, mengatur kehidupan dengan berpedoman pada pergaulan masyarakat, membina kesusilaan sesuai dengan keadilan seperti yang ditetapkan oleh undang-undang negara, menumbuhkan dan memupuk perdamaian serta ketentraman umum. Selain daripada itu, Calvin juga membrikan penghargaan terhadap pemerintah negara
dengan menjelaskan bahwa kekuasaan politis itu suatu panggilan, yang tidak hanya suci dan sah di hadapan Allah, tetapi yang paling kudus dan yang paling terhormat di antara semua panggilan dalam seluruh lingkungan hidup orang-orang fana. Hal ini disebabkan oleh karena peran negara sebagai pelindung bagi Gereja dan abdi Allah yang memperjuangkan keadilan. Lebih lagi Calvin menambahkan bahwa bahwa bentuk pemerintahan negara yang lebih baik menurutnya ialah pemerintahan yang aristokrasi, ataupun bentuk pemerintahan yang terdiri dari campuran tepat pemerintah aristokrasi dengan pemerintah oleh para warga seluruhnya.
Hubungan gereja dan negara dalam teologi Calvin sangat erat dan dapat disimpulkan bahwa kedua lembaga ini saling berdampingan, sama-sama bertugas melaksanakan kehendak Allah dan mempertahankan kehormatannya. Namun bukan dalam arti Negara boleh saja mengambil alih semua apa yang menjadi bagian gereja, dan juga sebaliknya. Hal ini disebabkan oleh karena Calvin yang mencita-citakan suatu pemerintahan yang teokrasi. Sehingga dalam mewujud nyatakan cita-cita teokrasi tidak cukup kalau hanya melalui pemberitaan firman yang dilakukan oleh Gereja, tetapi seluruh kehidupan, baik hidup perorangan, maupun hidup masyarakat, harus diatur sesuai dengan kehendak Allah. Dan dalam hal inilah pun pemerintah mempunyai tugas untuk mendukung gereja. Ini disebabkan karena Johannes Calvin memiliki pandangan positif kepada Negara. Ia menolak gereja sebagai subordinasi (di bawah) Negara, atau dengan subordinasi gereja, tetapi iuxtaposisi (kesetaraan yang berdampingan) dan kooperatif (mitra kerjasama).

4.      Penutup
Menurut Calvin – berdasarkan uraian di atas – bahwa Gereja dan Negara adalah dua lembaga yang berdampingan, sama-sama bertugas melaksanakan kehendak Allah dan mempertahankan kehormatannya. Lalu sekarang yang menjadi pertanyaan, bagaimana hubungan gereja dan negara pada saat sekarang ini – khusunya bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia? Apakah prakteknya sama seperti yang dikatakan oleh Johannes Calvin? Apakah negara sudah menjadi pelindung bagi Gereja?
Indonesia memang telah memberikan jaminan kebebasan beragama dalam konstitusiIndonesia yakni UUD 1945. Lalu yang menjadi pertanyaan ialah apakah jaminan ini telah didapatkan oleh gereja? Adnan Buyung Nasution menyatakan bahwa meskipun telah ada jaminan hukum yang cukup memadai, namun jaminan kebebasan beragama di Indonesia justru semakin rentan. Dalam beberapa tahun terakhir, ancaman atas jaminan kebebasan beragama di Indonesia mulai terjadi dengan adanya berbagai tindakan baik yang dilakukan oleh Negara, institusi sipil, dan berbagai kelompok masyarakat. Setidaknya tercatat, berbagai peristiwa yang terkait dengan masalah kebebasan beragama di antaranya penutupan gereja di Jawa Barat. Oleh karena itu, maka menurut penulis bahwa gagasan Calvin ini penting untuk diterapkan guna memelihara hubungan antara pemerintah dan gereja-gereja. Yang ada di Indonesia.


5.      Kesimpulan
Dari seluruh uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hubungan gereja dan Negara menurut Johannes Calvin ialah bersifat sejajar, maksudnya gereja bukan sebagai subordinasi (di bawah) Negara, atau dengan subordinasi gereja, tetapi iuxtaposisi (kesetaraan yang berdampingan) dan kooperatif (mitra kerjasama).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar